Kepemimpinan

Posted: April 20, 2011 in Dasar-Dasar Management, Uncategorized
Tags:

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1.       Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam menjalani kehidupan ini, manusia selalau berinteraksi dengan sesama serta dengan lingkungannya. Manusia selalu hidup berkelompok baik dalam kelompok besar maupun dalam kelompok kecil.

Hidup dalam kelompok tentulah tidak mudah, untuk menciptakan kondisi kehidupan yang harmonis anggota kelompok haruslah saling menghormati dan menghargai. Keteraturan hidup perlu selalu dijaga. Hidup yang teratur adalah impian setiap insan, menciptakan dan menjaga kehidupan yang harmonis adalah tugas manusia.

Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi dibanding makhluk Tuhan lainnya. Manusia di anugerahi kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan kehidupannya dengan baik.

Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola dengan baik, kehidupan social manusia pun perlu dikelola dengan baik. Untuk itulah dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya yang berjiwa pemimpin, paling tidak untuk memimpin dirinya sendiri.

Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola diri, kelompok dan lingkungannya dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan masalah yang relatif sulit. Disinilah dituntut kearifan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan dengan baik.

1.2.       Tujuan

  1. Menguraikan lebih jelas tentang kepemimpinan dalam sebuah organisasi;
  2. Menganalisa teori-teori dan tipe kepemimpinan;
  3. Memahami fungsi dan tugas seorang pemimpin; dan
  4. Menerapkan kategori-kategori kepemimpinan yang efektif.

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1.       Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah terjemahan dari kata “leadership” yang berasal dari kata “leader”. Pemimpinan (leader) adalah orang yang memimpin, sedangkan pimpinan merupakan jabatannya. Dalam pengertian lain, secara etimologi istilah kepemimpinan berasal dari kata dasar “pimpin” yang artinya bimbing atau tuntunan. Dari “pimpin” lahirlah kata kerja “memimpin” yang artinya membimbing dan menuntun.[1]

Menurut Robbins, kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi sekelompok anggota agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran. Sumber dari pengaruh dapat diperoleh secara formal, yaitu dengan menduduki suatu jabatan manajerial yang didudukinya dalam suatu organisasi.

Fiedler berpendapat, “leader as the individual in the group given the task of directing and coordinating task relevant group activities.” Dari pengertian tersebut menunjukkan bahwa seseorang pemimpin adalah anggota kelompok yang memiliki kemampuan untuk mengarahkan dan mengkoordinasikan kinerja dalam rangka mencapai tujuan. Fiedler dalam hal ini lebih menekankan pada “directing and coordinating”.

Kotter berpendapat bahwa kepemimpinan adalah seperangkat proses yang terutama ditujukan untuk menciptakan organisasi atau menyesuaikannya terhadap keadaan-keadaan yang jauh berubah. Kepimpinan menentukan seperti apa seharusnya masa depan itu, mengarahkan kepada visi, dan memberikan inspirasi untuk mewujudkannya.

Locke, melukiskan kepemimpinan sebagai suatu proses membujuk (inducing) orang lain menuju sasaran bersama. Definisi ini mencakup tiga hal:

  1. Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi (relation concept). Kepemimpinan hanya ada dalam proses relasi dengan dengan orang lain (para pengikut). Apabila tidak ada pengikut maka tidak ada pemimpin.
  2. Kepemimpinan merupakan suatu proses. Agar bisa memimpin, pemimpin harus melakukan sesuatu.
  3. Kepemimpinan harus  membujuk orang-orang untuk mengambil tindakan. Pemimpin membujuk pengikutnya melalui berbagai cara, seperti menggunakan otoritas yang terlegitimasi, menciptakan model (menjadi teladan), penetapan sasaran, memberi imbalan dan hukuman, dan mengkomunikasikan visi.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa pengertian kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan untuk menggerakan, mempengaruhi, memotivasi, mengajak, mengarahkan, menasehati, membina membimbing, melatih, menyuruh, memerintah, melarang, dan bahkan menghukum (kalau perlu) dengan maksud agar manusia sebagai bagian dari organisasi mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan dirinya sendiri dan organisasi secara efektif dan efisien. Pengertian ini menunjukkan bahwa dalam kepemimpinan terdapat tiga unsur yaitu pemimpin (leader), anggota (followers), dan situasi (situation).

Sedangakn menurut Pancasila, Pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun, dan membimbing asuhannya. Dengan kata lain, beberapa asas utama dari kepemimpinan Pancasila adalah :

Ing Ngarsa Sung Tuladha: Pemimpin harus mampu dengan sifat dan perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi orang-orang yang dipimpinnya.

Ing Madya Mangun Karsa: Pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang-orang yang dibimbingnya.

Tut Wuri Handayani: Pemimpin harus mampu mendorong orang-orang yang diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.

2.2.       Teori Kepemimpinan

Banyak studi dilakukan tentang kepemimpinan, dan hasilnya adalah berupa rumusan, konsep, dan teori kepimpinan. Studi dan rumusan kepemimpinan yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh paradigma dan pendekatan yang digunakan sehingga teori-teori yang dihasilkan mempunyai perbedaan dalam hal metodologi, pendapat dan uraiannya, penafsiran, dan kesimpulannya. Berikut ini adalah beberapa teori tentang kepemimpinan yang dirangkum oleh Kartini Kartono.

2.2.1.      Teori Otokratis dan Pemimpin Otokratis

Kepemimpinan dalam teori ini didasarkan atas perintah-perintah, paksaan, dan tindakan-tindakan yang arbitrer (sebagai wasit). Ia melakukan pengawasan yang ketat, agar semua pekerjaan berlangsung secara efisien. Kepemimpinannya berorientasi pada struktur organisasi dan tugas-tugas. Pemimpin tersebut pada dasarnya selalu mau berperan sebagai pemain orkes tunggal dan berambisi untuk merajai situasi. Karena itu, dia disebut otokrat keras. Pada intinya otokrat keras itu memiliki sifat-sifat tepat, seksama, sesuai dengan prinsip, namun keras dan kaku. Pemimpin tidak pernah akan mendelegasikan otoritasnya. Lembaga atau organisasi yang dipimpinnya merupakan a one-man show. Dengan keras ia menekankan prinsip-prinsip “business is busines”, “waktu adalah uang untuk bisa makan, orang harus bekerja keras”, “yang kita kejar adalah kemenangan mutlak”. Sikap dan prinsipnya sangat konservatif. Pemimpin hanya akan bersikap baik terhadap orang-orang yang patuh serta loyal dan sebaliknya, dia akan bertindak keras dan kejam terhadap mereka yang membangkang.

2.2.2.      Teori Psikologis

Teori ini menyatakan bahwa fungsi seorang pemimpin adalah memunculkan dan mengembangkan sistem motivasi terbaik, untuk merangsang kesediaan bekerja para pengikut dan anak buah. Pemimpin merangsang bawahan agar mereka mau bekerja, guna mencapai sasaran-sasaran organisatoris dan untuk memenuhi tujuan-tujuan pribadi. Oleh karena itu, pemimpin yang mampu memotivasi orang lain akan sangat mementingkan aspek-aspek psikis manusia, seperti pengakuan (recognizing), martabat, status sosial, kepastian emosional, memperhatikan keinginan dan kebutuhan pegawai, kegairahan kerja, minat, suasana, dan hati.

2.2.3.      Teori Sosiologis

Kepemimpinan dianggap sebagai usaha-usaha untuk melancarkan antarelasi dalam organisasi dan sebagai usaha untuk menyelesaikan setiap konflik organisatoris antara para pengikutnya. Agar tercapai kerja sama yang baik, pemimpin menetapkan tujuan-tujuan, dengan menyertakan para pengikut dalam pengambilan keputusan terakhir. Selanjutnya juga mengidentifikasi tujuan, dan kerap kali memberikan petunjuk yang diperlukan bagi para pengikut untuk melakukan setiap tindakan yang berkaitan dengan kepentingan kelompoknya.

2.2.4.      Teori Suportif

Menurut teori ini, para pengikut harus berusaha sekuat mungkin dan bekerja dengan penuh gairah, sedangkan pemimpin akan membimbing dengan sebaik-baiknya melalui policy tertentu. Maksudnya pemimpin perlu menciptakan suatu lingkungan kerja yang menyenangkan, dan bisa membantu mempertebal keinginan setiap pengikutnya untuk melaksanakan pekerjaan sebaik mungkin, sanggup bekerja sama dengan pihak lain, mau mengembangkan bakat dan keterampilannya, dan menyadari benar keinginan untuk maju. Teori suportif ini biasa dikenal dengan teori partisipatif atau teori kepemimpinan demokratis.

2.2.5.      Teori Laissez Faire

Kepemimpinan laissez faire ditampilkan seorang tokoh “ketua dewan” yang sebenarnya tidak mampu mengurus dan dia menyerahkan tanggung jawab serta pekerjaan kepada bawahan atau kepada semua anggota. Pemimpin adalah seorang “ketua” yang bertindak sebagai simbol. Pemimpin semacam ini biasanya tidak memiliki keterampilan teknis.

2.2.6.      Teori Kelakuan Pribadi

Kepemimpinan jenis akan muncul berdasarkan kualitas-kualitas pribadi atau  pola-pola kelakuan para pemimpinnya. Teori  ini menyatakan bahwa seorang pemimpin selalu berkelakuan kurang lebih sama, yaitu tidak melakukan tindakan-tindakan yang identik sama dalam setiap situasi yang dihadapi. Pemimpin dalam kategori ini harus mampu mengambil langkah-langkah yang paling tepat untuk suatu masalah. Sedangkan masalah sosial itu tidak akan pernah identik sama di dalam runtunan waktu yang berbeda.

2.2.7.      Teori Sifat Orang-orang Besar (Traits of Great Men)

Cikal bakal seorang pemimpin dapat diprediksi dan dilihat dengan melihat sifat, karakter, dan prilaku orang-orang besar yang terbukti sudah sukses dalam menjalankan kepemimpinannya. Sehingga ada beberapa ciri unggul sebagai predisposisi yang diharapkan akan dimiliki oleh seseorang pemimpin, yaitu memiliki intelegensi tinggi, banyak inisiatif, energik, punya kedewasaan emosional, memiliki daya persuasif dan keterampilan komunikatif, mimiliki kepercayaan diri, peka, kreatif, mau memberikan partisipasi sosial yang tinggi dan lain-lain.

2.2.8.      Teori Situasi

Teori situasi berpandangan bahwa munculnya seorang pemimpin bersamaan masa pergolakan, kritis seperti revolusi, pemberontakan dan lain-lain. Pada saat itulah akan muncul seorang pemimpin yang mampu mengatasi persoalan-persoalan yang nyaris tidak dapat diselesaikan oleh orang-orang “biasa”. Pemimpin semacam ini muncul sebagai penyelamat dan cocok untuk situasi tertentu. Dalam bahasa lain biasa dikenal dengan “satrio peningit”, orang pilihan atau “imam mahdi”.

2.2.9.      Teori Humanistik/Populistik

Fungsi kepemimpinan menurut teori ini ialah merealisir kebebasan manusia dan memenuhi setiap kebutuhan insani, yang dicapai melalui interaksi pemimpin dengan rakyat. Untuk melakukan hal ini perlu adanya organisasi yang baik dan pemimpin yang baik, yang mau memperhatikan kepentingan dan kebutuhan rakyat. Organisasi tersebut juga berperan sebagai sarana untuk melakukan kontrol sosial, agar pemerintah melakukan fungsinya dengan baik, serta memperhatikan kemampuan dan potensi rakyat.

 

2.3.       Tipe dan Gaya Kepemimpinan

Gaya artinya sikap, gerakan, tingkah laku, sikap yang elok, gerak-gerik yang bagus, kekuatan, kesanggupan untuk berbuat baik. Sedangkan gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai. Dalam pengertian lain gaya kepemimpinan adalah pola prilaku dan strategi yang sering disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin.

Selanjutnya gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahannya. Gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisten dari falsafah, keterampilan, sifat dan sikap yang mendasari prilaku seseorang. Gaya kepemimpinan yang menunjukkan, secara langsung dan tidak langsung, tentang keyakinan seorang pemimpin terhadap kemampuan bawahannya. Artinya, gaya kepemimpinan adalah prilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya.

Terdapat beberapa gaya kepemimpinan atau sering juga disebut dengan tipe kepemimpinan yaitu:

2.3.1.      Tipe Kepemimpinan Karismatik

Dalam kepemimpinan karismatik memiliki energi, daya tarik dan wibawa yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Sampai sekarang pun orang tidak mengetahui benar sebab-sebabnya mengapa seseorang itu memiliki karisma besar. Dia dianggap mempunyai kekuatan ghaib (supernatural power) dan kemampuan-kemampuan yang superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang Maha Kuasa. Dia banyak memiliki inspirasi, keberanian, dan berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas kepribadian pemimpin itu memancarkan pengaruh dan daya tarik yang teramat besar. Tokoh-tokoh besar semacam ini antara lain: Jengis Khan, Hitler, Gandhi, John F. Kennedy, Soekarno, Margaret Tacher, dan Gorbachev.

2.3.2.      Tipe Paternalistis

Yaitu tipe kepemimpinan kebapakan, dengan sifat-sifat antara lain sebagai berikut:

  1. Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak-anak sendiri yang perlu dikembangkan.
  2. Bersikap terlalu melindungi (overly protective).
  3. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri.
  4. Hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif.
  5. Tidak memberikan atau hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada pengikut dan bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri.
  6. Selalu bersikap maha-tahu dan maha benar.

2.3.3.      Tipe Militeristis

Tipe ini bersifat kemiliteran, namun hanya gaya luaran saja yang mencontoh militer. Tetapi jika dilihat lebih seksama, tipe ini mirip sekali dengan tipe kepemimpinan otoriter. Tipe kepemimpinan ini berbeda sekali dengan kepemimpinan organisasi militer. Sifat-sifat pemimpin yang militeristis antara lain ialah:

  1. Lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando, terhadap bawahannya sangat keras, otoriter, kaku, dan seringkali kurang bijaksana.
  2. Menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan.
  3. Sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran berlebihan.
  4. Tidak menghendaki saran, usulan, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya.
  5. Komunikasi hanya berlangsung searah.

2.3.4.      Tipe Otokratis

Kepemimpinan ini mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak dan harus dipenuhi. Pemimpin selalu mau berperan sebagai pemain tunggal. Pada a one man show, dia sangat berambisi untuk merajai situasi. Setiap perintah dan kebijakan ditetapkan tanpa berkonsultasi dengan bawahannya. Anak buah tidak pernah diberi informasi mendetail mengenai rencana dan tindakan yang harus dilakukan. Semua pujian dan kritik terhadap segenap anak buah diberikan atas pertimbangan pribadi pemimpin sendiri.

2.3.5.      Tipe Laissez Faire

Pada tipe kepemimpinan laissez faire ini sang pemimpin praktis tidak memimpin, dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semau sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahan sendiri. Dia merupakan pemimpin simbol, dan biasanya tidak memiliki keterampilan teknis sebab duduknya sebagai direktur atau pemimpin ketua dewan, komandan, atau kepala biasanya diperoleh melalui penyogokan, suapan atau sistem nepotisme.

2.3.6.      Tipe Populistis

Profesor Peter Worsley dalam bukunya the third world mendefiniskan kepemimpinan populistis sebagai kepemimpinan yang dapat membangunkan solidaritas rakyat misalnya Soekarno dengan ideologi marhaenismenya, yang menekankan masalah kesatuan nasional, nasionalisme, dan sikap yang berhati-hati terhadap kolonialisme dan penindasan-penindasan serta penguasaan oleh kekuatan-kekuatan asing (luar negeri).

Kepemimpinan populistis ini berpegang teguh kepada nilai-nilai masyarakat tradisional. Juga kurang mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan hutang-hutang luar negeri (asing). Kepemimpinan jenis ini mengutamakan penghidupan (kembali) nasionalisme. Dan oleh Profesor S.N Einsentadt, populisme erat dikaitkan dengan modernitas-tradisional.

2.3.7.      Tipe Administratif atau Eksekutif

Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif. Sedangkan para pemimpinnya terdiri dari teknokrat dan administratur yang mampu menggerakan dinamika modernisasi dan pembangunan. Dengan demikian, dapat dibangun sistem administrasi dan birokrasi yang efisien untuk memerintah, yaitu untuk memantapkan integritas bangsa pada khususnya, dan usaha pembangunan pada umumnya. Dengan kepemimpinan administratif ini diharapkan adanya perkembangan teknis, yaitu teknologi, industri, manajemen modern dan perkembangan sosial di tengah masyarakat.

2.3.8.      Tipe Demokratis

Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia, dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerja sama yang baik. Kekuatan kepemimpinan demokratis ini bukan terletak pada “person atau individu pemimpin”, tetapi kekuatan justru terletak pada partisipasi aktif dari setiap kelompok.

Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu dan mendengarkan nasihat dan sugesti bawahan. Juga bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya masing-masing, mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat. Kepemimpinan demokratis sering disebut sebagai kepemimpinan group developer.

Selanjutnya, setiap pemimpin mempunyai sifat, kebiasaan, tempramen, watak, kepribadian sendiri yang unik dan khas, sehingga tingkah laku dan gayanya-lah yang membedakan dirinya dengan orang lain. Gaya atau style hidupnya ini pasti akan mewarnai prilaku kepemimpinannya.

Berbeda dengan pembagian gaya kepemimpinan di atas, Sudarwan Danim membagi tipe/gaya kepemimpinan, yaitu:

  1. Pemimpin otokratik yaitu prilaku atau sikap yang ditampilkan pemimpin ingin menang sendiri dimana ia berasumsi bahwa maju mundurnya organisasi hanya tergantung pada dirinya, di samping mempunyai sikap tertutup terhadap ide dari luar, dan menganggap idenya yang dianggap akurat.
  2. Pemimpin demokratis yaitu pemimpin yang mempunyai sikap/prilaku keterbukaan dan berkeinginan memosisikan pekerjaan dari, oleh, dan untuk bersama. Tipe ini bertolak dari asumsi bahwa hanya dengan kekuatan kelompok, tujuan yang bermutu dapat dicapai oleh organisasi.
  3. Kepemimpinan permisif, yaitu sikap pemimpin yang tidak mempunyai pendirian kuat, dimana sikapnya serba membolehkan, serba mengiyakan, tidak ambil pusing, tidak bersikap dalam makna sesungguhnya, dan cenderung apatis.
  4. Kepemimpinan transformasional, yaitu setiap tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok lain yang tergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.[2]

Sementara itu, Lukman Saksono membagi tipe kepemimpinan ke dalam beberapa tipe:

  1. Kepemimpinan yang memberi arahan, termasuk penentuan tujuan/sasaran, pemecahan persoalan, pengambilan keputusan, dan perencanaan.
  2. Kepemimpinan yang bersifat pengamalan/pelaksanaan, termasuk berkomunikasi, berkoordinasi, supervisi, dan evaluasi. Di mana ia semua diarahkan untuk mencapai tujuan.
  3. Kepemimpinan yang memberi motivasi, termasuk menerapkan prinsip motivasi serta menghargai tingkah laku yang mengarah pada pencapaian tujuan organisasi, termasuk memberikan pelajaran dan bimbingan.

2.4.       Tugas Kepemimpinan

Tugas seorang pemimpin dalam sebuah organisasi adalah membawa anggota organisasi untuk bekerja bersama sesuai dengan tanggung jawabnya masing-masing dan membawa organisasi ke arah pencapaian tujuan yang diharapkan.

Selain itu, tugas pemimpin organisasi adalah mengawasi, membenarkan, meluruskan, memandu, menterjemahkan, menetralisir, mengorganisasikan, dan mentransformasikan kebutuhan dan harapan anggota organisasi. Dalam konteks nilai dan norma sosial, tugas pemimpin adalah membuat organisasi sebagai suatu sistem sosial yang menyenangkan bagi anggota organisasinya, organisasi menjadi satu tempat berinteraksi dan aktualisasi diri bagi anggotanya.

Pemimpin organisasi mempunyai kekuasaan tertentu yang dilimpahkan kepadanya. Kekuasaan tersebut merupakan alat dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Oleh karena itu, agar tugas kepemimpinannya dapat berjalan dengan baik maka digunakan strategi. Strategi yang dipilih bergantung kepada seberapa tinggi pengetahuan dan keterampilan pimpinan dalam membuat dan mengembangkan serta memilih strategi yang cocok.

Strategi yang dapat digunakan agar dapat menjalankan kepemimpinannya, yaitu:

  1. Pemimpin harus menggunakan strategi yang fleksibel;
  2. Pemimpin harus menjaga keseimbangan dalam menentukan kebutuhan jangka panjang dan jangka pendek;
  3. Pemilihan strategi harus yang memberikan layanan terhadap lembaga; dan
  4. Kegiatan yang sama dapat digunakan untuk beberapa aksi dalam strategi.

Kekuasaan (personal power) tidak banyak berarti untuk menjalankan efektivitas dalam mempengaruhi orang lain/anggota organisasi. Personal power harus diramu dengan personal behavior dan keterampilan untuk mempengaruhi anggota organisasi. Sebab kekuasaan personal pimpinan sesungguhnya sangat bergantung kepada kemampuan/keterampilan yang dimiliki pemimpin.

2.5.       Fungsi Kepemimpinan

Fungsi kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok/organisasi masing-masing yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi itu. Fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial karena harus diwujudkan dalam interaksi antar individu di dalam situasi sosial suatu kelompok atau organisasi. Fungsi kepemimpinan memiliki dua dimensi, yaitu: pertama, dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin. Kedua, dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok atau organisasi.

Secara operasional fungsi kepemimpinan dapat dibedakan dalam lima fungsi pokok, yaitu:

2.5.1.      Fungsi Instruksi

Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yan menentukan apa, bagaimana, bilamana, dan dimana perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif. Kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan untuk menggerakkan dan memotivasi orang lain agar mau melaksanakan perintah.

2.5.2.      Fungsi Konsultasi

Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama dalam usaha menetapkan  keputusan, pemimpin kerapkali memerlukan bahan pertimbangan yang mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya yang dinilai mempunyai berbagai bahan informasi yang diperlukan dalam menetapkan keputusan. Tahap berikutnya konsultasi dari pimpinan pada orang-orang yang dipimpin dapat dilakukan setelah keputusan ditetapkan dan sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi itu dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa umpan balik (feed back) untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan.

2.5.3.      Fungsi Partisipasi

Dalam menjalankan fungsi ini, pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas melakukan semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerja sama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain. Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan pelaksana.

2.5.4.      Fungsi Delegasi

Fungsi delegasi dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat/menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi itu harus diyakini merupakan pembantu pemimpin yang memiliki kesamaan prinsip, persepsi, dan aspirasi.

2.5.5.      Fungsi Pengendalian

Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses (efektif) mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan.

Seluruh fungsi kepemimpinan tersebut diselenggarakan dalam aktivitas kepemimpinan secara integral, yaitu pemimpinan berkewajiban menjabarkan program kerja, mampu memberikan petunjuk yang jelas, berusaha mengembangkan kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat, mengembangkan kerja sama yang harmonis, mampu memecahkan masalah dan mengambil keputusan masalah sesuai batas tanggung jawab masing-masing menumbuhkembangkan kemampuan memikul tanggung jawab, dan pemimpin harus mendayagunakan pengawasan sebagai alat pengendali.

Selain fungsi-fungsi tersebut, dalam praktik kinerja organisasi pemimpin dapat berfungsi:

  1. Membantu terciptanya suasana persaudaraan, kerja sama, dengan penuh rasa kebebasan.
  2. Membantu kelompok untuk mengorganisir diri, yaitu ikut serta dalam memberikan rangsangan dan bantuan kepada kelompok dalam menetapkan dan menjelaskan tujuan.
  3. Membantu kelompok dalam menetapkan prosedur kerja, yaitu membantu kelompok dalam menganalisi situasi untuk kemudian menetapkan prosedur mana yang paling praktis dan efektif.
  4. Bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan bersama dengan kelompok. Pemimpin memberi kesempatan kepada kelompok untuk belajar dari pengalaman. Pemimpin mempunyai tanggung jawab untuk melatih kelompok menyadari proses dan isi pekerjaan yang dilakukan dan berani menilai hasilnya secara jujur dan objektif.
  5. Bertanggung jawab dalam mengembangkan dan mempertahankan eksistensi organisasi.

Pemimpin ideal adalah pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut:

  1. Adil, yaitu yang meletakan segala sesuatu secara profesional, tertib, dan disiplin. Pemimpin yang tidak berat sebelah, tidak pilih-pilih bulu, dan bijaksana dalam mengambil keputusan.
  2. Amanah, artinya jujur, bertanggung jawab, dan mempertanggungjawabkan seluruh titipan aspirasi masyarakat atau bawahannya.
  3. Fathonah, artinya memiliki kecerdasan.
  4. Tabligh, artinya menyampaikan segala hal dengan benar, tidak ada yang ditutup-tutupi, terbuka, dan menerima saran atau kritik dari bawahannya.

2.6.       Kepemimpinan Efektif

Sebuah sasaran utama dari program penelitian kepemimpinan adalah untuk mengidentifikasi prilaku kepemimpinan yang efektif. Dari sejumlah penelitian yang ada, telah mengajukan sebuah taksonomi yang terintegrasi yang didasarkan atas suatu kombinasi dari pendekatan-pendekatan yang ada, termasuk factor analysis, judgmental classification, serta theoretical deduction.[3]

Versi Yukl tersebut mempunyai empat belas kategori perilaku dari jangka menengah yang disebut praktik-praktik manajerial dan sejumlah komponen prilaku spesifik yang lebih besar. Kategori-kategori tersebut cukup generik untuk dapat diaplikasikan secara luas pada jenis manajer yang berbeda-beda, namun cukup spesifik untuk dihubungkan dengan permintaan-permintaan dan hambatan situasional yang dihadapi seorang pemimpin individual.

Adapun kategori-kategori dari praktik-praktik kepemimpinan menurut Yukl tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut:

  1. Merencanakan dan mengorganisasi (planning and organizing), meliputi:

a)    Menentukan sasaran-sasaran dan strategi-strategi jangka panjang;

b)   Mengalokasikan sumber-sumber daya sesuai dengan prioritas-prioritas;

c)    Menentukan cara menggunakan personil dan sumber-sumber daya untuk menghasilkan efisiensi tugas; dan

d)   Menentukan cara memperbaiki koordinasi, produktivitas, serta efektivitas unit organisasi.

  1. Pemecahan masalah (problem solving), meliputi:

a)    Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan pekerjaan;

b)   Menganalisis masalah pada waktu yang tepat namun dengan cara yang sistematis untuk mengidentifikasi sebab-sebab dan mencari pemecahannya; dan

c)    Bertindak secara tegas untuk mengimplementasikan solusi-solusi untuk memecahkan masalah-masalah atau krisis-krisis penting.

  1. Menjelaskan peran dan sasaran (clarifying roles and objectives), meliputi:

a)    Membagi-bagi tugas;

b)   Memberi arah tentang cara melakukan pekerjaan tersebut; dan

c)    Mengkomunikasikan pengertian yang jelas mengenai tanggung jawab akan pekerjaan, dan sasaran tugas, batas waktu serta harapan mengenai kinerja.

  1. Memberi informasi (informing), meliputi:

a)    Membagi-bagi informasi yang relevan tentang keputusan, rencana, dan kegiatan-kegiatan kepada orang yang membutuhkannya agar dapat melakukan pekerjaannya;

b)   Memberi material dan dokumen tertulis; dan

c)    Menjawab permintaan akan informasi teknis.

  1. Memantau (monitoring), meliputi:

a)    Mengumpulkan informasi mengenai kegiatan kerja dan kondisi eksternal yang mempengaruhi pekerjaan tersebut;

b)   Memeriksa kemajuan dan kualitas pekerjaan;

c)    Mengevaluasi kinerja para individu dan unit-unit organisasi;

d)   Menganalisis kecenderungan-kecenderungan (trends); dan

e)    Meramalkan peristiwa-peristiwa eksternal.

  1. Memotivasi dan memberi inspirasi (motivating and inspiring), meliputi:

a)    Dengan menggunakan teknik-teknik mempengaruhi yang menarik emosi atau logika untuk menimbulkan semangat terhadap pekerjaan;

b)   Komitmen terhadap sasaran tugas;

c)    Patuh terhadap permintaan-permintaan akan kerja sama, bantuan, dukungan atau sumber-sumber daya; dan

d)   Menetapkan suatu contoh mengenai prilaku yang sesuai.

  1. Berkonsultasi (consulting), meliputi:

a)    Memeriksa pada orang-orang sebelum membuat perubahan yang akan mempengaruhi mereka;

b)   Mendorong saran-saran untuk membuat perbaikan;

c)    Mengundang partisipasi di dalam pengambilan keputusan; dan

d)   Memasukan ide-ide serta saran-saran dari orang lain dalam keputusan.

  1. Mendelegasikan (delegating), meliputi:

a)    Mengizinkan para bawahan untuk mempunyai tanggung jawab yang substansial dan kebijaksanaan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan kerja;

b)   Menangani masalah; dan

c)    Membuat keputusan yang penting.

  1. Memberi dukungan (supporting), meliputi:

a)    Bertindak ramah dan penuh perhatian, sabar, dan membantu;

b)   Memperlihatkan simpati dan dukungan jika seseorang bingung dan cemas;

c)    Mendengarkan keluhan dan masalah; dan

d)   Mencari minat seseorang.

  1. Mengembangkan dan membimbing (developing and mentoring), meliputi:

a)    Memberi pelatihan dan nasihat karir yang membantu;

b)   Melakukan hal-hal yang membantu perolehan keterampilan seseorang;

c)    Pengembangan profesional; dan

d)   Kemajuan karir.

  1. Mengelola konflik dan membangun tim (managing conflict and team building), meliputi:

a)    Memudahkan pemecahan konflik yang konstruktif;

b)   Mendororng kooperasi;

c)    Kerjasama tim; dan

d)   Identifikasi dengan unit kerja.

  1. Membangun jaringan kerja (networking), meliputi:

a)    Bersosialisasi secara informal;

b)   Mengembangkan kontak-kontak dengan orang-orang yang merupakan sumber informasi dan dukungan;

c)    Mempertahankan kontak-kontak melalui interaksi secara periodik, termasuk kunjungan, menelepon, korespondasi; dan

d)   Kehadiran pertemuan-pertemuan serta peristiwa-peristiwa sosial.

  1. Pengakuan (recognizing), meliputi:

a)    Memberi pujian dan pengakuan bagi kinerja yang efektif;

b)   Keberhasilan yang signifikan, dan kontribusi khusus; dan

c)    Mengungkapkan penghargaan terhadap kontribusi dan upaya-upaya khusus seseorang.

  1. Memberi imbalan (rewarding), meliputi:

a)    Memberi atau merekomendasikan imbalan-imbalan yang nyata seperti penambahan gaji atau promosi bagi kinerja yang efektif;

b)   Keberhasilan yang signifikan; dan

c)    Kompetensi yang terlihat.

BAB III

PENUTUP

 

3.1.       Kesimpulan

Kata pemimpin dan kekuasaan itu memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Seorang pemimpin harus mampu menjadikan dirinya pola anutan bagi orang-orang yang dipimpinnya, mampu melakukan power sharing dengan anak buahnya untuk mendorong munculnya ide-ide baru dan solusi kreatif atas tantangan yang dihadapi organisasi.

Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat-sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.

Rahasia utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Seorang pemimpin sejati selalu bekerja keras memperbaiki dirinya sebelum sibuk memperbaiki orang lain.

Seorang pemimpin harus mempunyai visi, yang mana visi tersebut bukanlah dibuat semata-mata rangkaian kalimat yang disusun sehingga enak dibaca dan didengar, visi juga bukan sekedar hasil olah pengetahuan, namun visi menjadi pengikat, pemersatu, inspirator dan pemberi semangat seluruh komponen organisasi. Visi yang demikian itu tidak mungkin diperoleh melalui pelatihan sebab pada hakikatnya visi bukan keterampilan, visi harus berangkat dari hati melalui proses perenungan, dan pembelajaran, didasarkan pada pengetahuan, dan kemudian direalisasikan melalui tindakan nyata.

DAFTAR PUSTAKA

 

Athoillah, Anton. 2010. Dasar-Dasar Manajemen. Bandung: Pustaka Setia.

Terry, George R ddk. 2001. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Hidayat, Ara dkk. 2010. Pengelolaan Pendidikan. Bandung: Pustaca Educa.

Makalah Tentang Kepemimpinan

Khozin dkk. 2006. Manajemen Pemberdayaan Madrasah. Malang: UMM Press.

Pramudji, 1995. Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Yukl, Gary. 1998. Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta: Prenhallindo.


[1] Pramudji, Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 5.

[2] Ara Hidayat, Pengelolaan Pendidikan, (Bandung: Pustaka Educa, 2010), hlm. 92.

[3] Yukl Gary, Kepemimpinan dalam Organisasi, (Jakarta: Prenhallindo, 1998), hlm. 56.

Leave a comment